PEMETAAN KONFLIK (CONFLICT MAPPING)
Konflik
adalah suatu hubungan antara dua pihak atau lebih (baik individu maupun
kelompok) yang memiliki, atau mereka mengira memiliki, tujuan-tujuan yang
incompatible. (Chris Mitchell, 1981: chapter 1). Konflik akan muncul manakala
para pihak itu mengejar tujuan-tujuan mereka yang incompatible tersebut.
Ringkasnya, konflik yaitu pengejaran terhadap tujuan-tujuan sesungguhnya atau
yang dipersepsikan yang incompatible dari individu-individu atau
kelompok-kelompok yang berbeda.
Konflik
adalah fenomena yang tak dapat dihindarkan (invitable phenomenon) dalam
kehidupan manusia karena ia memang merupakan bagian yang inheren dari
eksistensi manusia sendiri. Mulai dari tingkat mikro, interpersonal sampai pada
tingkat kelompok, organisasi, komunitas dan negara, semua hubungan manusia –
hubungan sosial, hubungan ekonomi, hubungan kekuasaan, dll- mengalami
perkembangan, perubahan dan konflik. Konflik muncul dari ketidakseimbangan
dalam hubungan-hubungan tersebut –misalnya ketidakseimbangan dalam status
sosial, kekayaan dan akses terhadap sumber-sumber serta ketidakseimbangan dalam
kekuasaan yang mengakibatkan munculnya berbagai problematika seperti
diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan dan kriminalitas. Setiap
tingkat atau level berkaitan dengan tingkat-tingkat lainnya membentuk rantai
kekuatan yang potensial baik untuk perubahan yang konstruktif maupun kekerasan
yang destruktif. (Simon Fisher dkk., 2000: 4)
Dengan
demikian, konflik merupakan suatu fenomena yang kompleks. Dalam realitasnya,
konflik hampir selalu multi layer. Ia melibatkan dua atau lebih individu atau
kelompok yang memiliki tujuan serta kepentingan yang incompatible satu sama
lain. Di samping itu model komunikasi dan hubungan atau relasi di antara para
pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam konflik
itu juga variatif.
Terlepas
dari itu semua, konflik tetaplah harus dihadapi dan ditangani serta
diselesaikan oleh manusia, baik dalam posisinya sebagai pihak yang terlibat di
dalamnya maupun sebagai pihak ketiga yang tidak terlibat tetapi berusaha untuk
membantu pihak yang terlibat agar keluar dari jebakan konflik itu. Dalam usaha
menangani konflik ini (apapun wujud strategi yang akan dipilih dan tindakan
yang akan diambil) diperlukan langkah-langkah pendahuluan (initial stage) yang
harus dilakukan sebelum penentuan strategi dan pengambilan tindakan yang berkait
dengan konflik tersebut. Langkah awal tersebut dalam konteks mediasi dan
resolusi konflik lazim disebut analisis konflik. Tentu saja dalam hal ini ada
banyak metode dan alat analisis konflik yang dikenal tidak hanya oleh para
teoritisi dalam disiplin Conflict Studies maupun para praktisi yang
berkecimpung dalam praktek penaganan konflik. Metode-metode dan alat-alat
analisis konflik yang dikenal di kalangan mereka antara lain metode tingkat
konflik (stage of conflict), garis waktu (timelines), pemetaan konflik
(conflict mapping), segitiga ABC (the ABC “Attitude, Behaviour, Context-
triangle), model bawang (The Onion) atau donat (doughnut), pohon konflik (The
conflict tree), analisis kekuatan lapangan (force-field analysis), pillars, dan
alat analisis model piramid (The Piramid).
Tulisan
ini akan memfokuskan pada penjelasan dan penggambaran salah satu metode dan
alat analisis konflik yang disebutkan di atas, yaitu pemetaan konflik (conflict
mapping).
Pemetaan konflik merupakan salah satu teknik dari sederetan teknik dan
alat, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, yang sangat membantu
dalam menganalisa dan memecahkan konflik. Perlu diketahui bahwa masing-masing
alat analisis itu memiliki ketepatan angle bidikan yang berbeda antara satu
dengan yang lain dalam menerangkan atau memotet suatu konflik. Melalui pemetaan
konflik maka dapat diketahui secara lebih mudah dan akurat hal-hal sebagai
berikut :
1. Identitas
para pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
konflik
2.
Jenis
relasi para pihak yang terlibat dalam konflik
3.
Berbagai
kepentingan yang terlibat dalam konflik
4.
Berbagai
isu yang terlibat dalam konflik
5.
Pihak
yang dapat didorong dalam melakukan resolusi konflik
Pemetaan
adalah suatu teknik yang dipakai untuk merepresentasikan konflik dalam bentuk
gambar (grafis) dengan menempatkan para pihak yang terlibat dalam konflik baik
dalam hubungannya dengan masalah maupun antar para pihak sendiri. Ketika orang
dengan titik pandang yang berbeda memetakan situasi mereka bersama-sama, mereka
belajar tentang pengalaman dan persepsi orang lain. Melalui teknik ini, konflik
yang sudah dinarasikan tetapi masih sangat abstrak gambarannya dapat dengan
mudah untuk diketahui dan dibaca. Teknik ini merupakan peminjaman dari teknik
dalam membaca serta memahami suatu wilayah yang sangat luas dan kompleks dengan
melalui gambar peta wilayah.
Adapun
pemetaan konflik itu memiliki beberapa tujuan.
Pertama,
yaitu untuk memahami situasi konflik secara lebih baik. Dengan menghadirkan
hal-hal yang terkait dengan konflik seperti para pihak yang terlibat dalam
konflik (baik pihak utama maupun pihak di lingkar berikutnya (termasuk pihak
ketiga yang berusaha menangani konflik), bagaimana relasi antara para pihak
tersebut, apa yang menjadi issu yang dikonflikkan, mana atau siapa dari para
pihak itu yang memiliki potensi lebih besar untuk menyelesaikan konflik, dll.-
dalam bentuk simbol misalnya garis lurus, garis lurus tebal, garis
bergelombang, tanda panah, gambar empat persegi panjang, atau simbol lainnya
maka gambaran dan pemahaman tentang konflik akan mudah ditangkap.
Kedua, yaitu
untuk melihat dengan lebih jelas hubungan antara para pihak yang terlibat atau
terkait, baik langsung maupun tidak langsung dalam konflik, bahkan di mana
posisi kita (pihak ketiga) yang berusaha untuk melakukan mediasi berada, dll.
Karena keadaan dan sifat hubungan antara para pihak yang terlibat dalam konflik
itu beragam, maka pembacaan terhadap hubungan tersebut melalui visualisasi
simbol akan mudah ditangkap dan diingat dibandingkan bila hanya diterangkan
secara naratif. Di samping itu, sejalan dengan sifat konflik yang selalu bergerak
atau berubah (dynamic and changing), maka peta hubungan yang direpresentasikan
dalam simbol tertentu (sesuai dengan keterangan tentang seluruh simbol yang
dipakai dalam peta konflik yang dibuat) akan dengan mudah diganti atau
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan aktual yang terjadi pada konflik.
Bagaimana perkembangan dan perubahan konflik yang terjadi di lapangan dapat
diikuti dengan mudah oleh pihak ketiga yang menangani konflik. Dengan demikian
kondisi terkini (up to date) dari konflik selalu berada dalam pengamatannnya.
Ketiga,
yaitu untuk mengklarifikasi dimana kekuatan (utama) itu terletak. Maksudnya,
dengan terpetakannya para pihak dan hubungan antara mereka dalam peta konflik,
maka secara mudah pula diketahui kekuatan masing-masing pihak di dalam
mempengaruhi (baik positif maupun negatif) terhadap keadaan dan perkembangan
konflik.
Keempat,
yaitu untuk mengecek sendiri keseimbangan aktifitas atau kontak seseorang.
Melalui peta konflik yang menghadirkan juga bagaimana hubungan antara para
pihak yang terlibat dalam konflik, maka frekuensi dan intensitas komunikasi dan
aktivitas antar para pihak (termasuk pihak ketiga yang menangani konflik) dapat
dipantau. Hal ini akan membantu juga bagi pihak ketiga untuk menemukan celah
dan jalur yang dapat dilalui dan digunakan secara tepat untuk memaksimalkan
usaha pengambilan tindakan dalam penangan konflik dari sudut lalu lintas
hubungan antar para pihak yang berkonflik tersebut.
Kelima,
yaitu untuk melihat dimana sekutu atau aliansi atau sekutu potensial berada.
Tergambarkannya bagaimana sifat dan keadaan hubungan antar para pihak yang
terlibat dalam konflik, secara otomatis akan mempermudah pemetakan para pihak
dalam kelompok-kelompok atau kategori-kategori tertentu, misalnya mana sekutu
dan mana lawan dari para pihak yang terlibat dalam konflik. Penemuan mana
sekutu dan mana â€lawan†dalam konteks ini,
akan memudahkan kerja praktisi yang yang menangani konflik untuk â€memanfaatkan†mereka dalam penanganan konflik sesuai dengan
kedudukan dan potensinya masing-masing dalam hubungan antar mereka.
Keenam, yaitu untuk mengidentifikasi pembukaan untuk
intervensi atau pengambilan tindakan. Kapan waktu untuk melakukan intervensi
dan darimana intervensi itu dilakukan juga akan dapat diketahui dengan lebih
simple melaui peta konflik ini. Sebagaimana yang dipraktekkan dalam dunia
militer, penentuan strategi dan serangan terhadap posisi musuh berikut dengan
segala antisipasi akan respon musuh dapat dirancang dengan mudah melalui
visualisasi dalam gambar peta.
Terakhir, yaitu untuk mengevaluasi apa yang telah
dilakukan. Segala hal yang telah dilakukan oleh pihak yang menangani konflik
menyangkut konflik yang ditanganinya juga akan terpantau lewat simbol yang
diberikan dalam peta konflik. Dengan demikian evaluasinya juga dapat dilakukan
dengan tepat.
Sedangkan
kapan waktu yang tepat untuk menggunakan mapping conflict ini ada dua
kemungkinan.
Pertama,
ia dapat digunakan pada awal proses bebarengan dengan alat-alat analisis
konflik lainnya. Di sini, pemetaan konflik dan alat-alat analisis lainnya akan
berfungsi secara kombinatif. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, bahwa
masing-masing alat analisis tersebut memiliki angle tertentu untuk menangkap
realitas konflik yang tidak dimiliki oleh alat lainnya. Perpaduan dari beberapa
alat analisis termasuk mapping conflict akan membantu memberikan analisis yang
lebih memadai terhadap konflik yang dianalisis.
Kedua, mapping conflict dapat digunakan pula pada waktu
kemudian, yakni untuk mengidentifikasi entry point yang mungkin untuk suatu
tindakan atau untuk membantu proses pembangunan strategi (strategy building).
Bagaimana cara membuat peta situasi konflik? Untuk membuat peta
konflik yang baik, maka ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
Tentukan apa konflik yang mau dipetakan, kapan
dan dari sudut pandang apa. Pilihlah momen khusus dalam suatu situasi khusus.
Jika seseorang hendak memetakan seluruh konflik politik regional secara detail,
hasilnya mungkin sangat menyita waktu, sangat luas dan sangat kompleks sehingga
peta konflik itu tidak banyak bermanfaat. Sering lebih bermanfaat untuk membuat
beberapa peta mengenai situasi yang sama dari berbagai titik pandang dan
bagaimana berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mempersepsinya.
Ringkasnya, lakukanlah pemetaan terhadap sudut pandang, momen dari konflik yang
memang feasible.
Jangan
lupa menempatkan diri anda dan lembaga atau organisasi dimana anda berkiprah
dalam penanganan konflik dalam peta konflik yang anda buat. Tujuannya yaitu
untuk mengingatkan bahwa anda dan organisasi anda adalah bagian dari situasi,
bukan di atasnya.
Pemetaan
itu bersifat dinamis. Ini merefleksikan titik tertentu mengenai mengenai
situasi yang berubah dan titik menuju aksi. Tawarkan kemungkinan-kemungkinan
baru, apa yang bisa dilakukan? Siapa yang piawai melakukannya? Kapan waktu yang
tepat untuk melakukannya? Apa yang harus dipersiapkan sebelumnya? Struktur
seperti apa yang perlu dikembangkan ke depan?
Penting juga dipertanyakan, apa yang menjadi
objek konflik dari para pihak?
Dalam prakteknya, pembuatan peta konflik hendaknya mengikutsetakan dan
menghadirkan di dalamnya
1)
peta
gambar (geographical maps) yang menunjukkan wilayah-wilayah dan pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik;
2)
gambar
masalah yang diperselisihkan (mapping of issue);
3)
mapping
kekuatan (mapping of power alignment) yang menggambarkan peta kekuatan para
pihak.;
mapping
kebutuhan dan ketakutan (mapping of needs and fears), yaitu menggambarkan apa
yang diinginkan dan dihindari oleh para pihak. (Fisher and Co., 2000:23).
ANALISIS KONFLIK
Sebelum
penjelasan mengenai alat analisis konflik yang disebut pemetaan konflik
(conflict mapping) secara detail, perlu terlebih dahulu penulis jelaskan
tentang apa yang disebut analisis konflik, mengapa ia diperlukan dan apa
fungsinya. Analisis konflik adalah proses praktis untuk menguji dan memahami
realitas konflik dari perspektif yang beragam kemudian menjadi dasar pijakan
dalam pengembangan strategi dan perencanaan aksi. (Simon Fisher dkk., 2000: 17)
Sebagaimana
diterangkan dalam pendahuluan di atas, bahwa konflik merupakan fenomena sosial yang
kompleks, maka setiap usaha untuk menanganinya membutuhkan langkah-langkah
persiapan yang terencana secara baik dan cermat. Dalam konteks ini, setiap
orang yang bekerja dan aktif dalam penaganan konflik haruslah berusaha untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika, hubungan dan issu-issu
terkait dengan situasi (konflik) yang bisa membantu mereka untuk merencanakan
strategi dan melakukan tindakan yang lebih baik. Langkah ini merupakan langkah
penting dan strategis yang berada pada urutan pertama dalam proses penanganan
konflik (apapun bentuknya). [1] Artinya bahwa keberhasilan pada langkah ini
akan merupakan entry point untuk mencapai kesuksesan pada langkah selanjutnya,
yakni penyusunan strategi dan pelaksanakan tindakan penanganan konflik secara
tepat. Sebaliknya, kegagalan pada langkah ini, akan berakibat pada kegagalan
langkah selanjutnya. Pemahaman yang keliru terhadap suatu konflik, akan
berakibat pada penyusunan strategi dan pengambilan tindakan dalam penaganan
konflik yang kurang atau bahkan tidak tepat sasaran. Akibatnya bisa fatal,
bukannya konflik itu tertangani tetapi justru malah makin membesar. Dengan
menggunakan analogi dunia medis, diagnosa yang benar akan menentukan terapi
atau prognosa yang tepat sasaran.
Adapun
kegunaan dan manfaat dari analisis konflik itu ada beberapa macam. (Fisher
dkk., 2000: 17).
Pertama,
analisis konflik akan memberikan pemahaman latar belakang dan sejarah situasi
konflik dan peristiwa (konflik) terkini. Manfaat ini menjadi penting karena
adanya postulat bahwa konflik itu bukan fenomena instant, sesuatu yang
tiba-tiba muncul tanpa sebab-sebab dialektis yang menyejarah. Ia merupakan
proses panjang dalam konteks hubungan antara para pihak yang terlibat di
dalamnya. Semakin panjang hubungan antara konflik dengan proses historis yang
melatarinya, maka semakin tinggi kompleksitas konflik tersebut. Dengan
demikian, peristiwa (konflik) yang tampak pada masa kini (aktual) hakekatnya
adalah salah satu penggalan dari rentetan penggalan potret konflik yang telah
pernah ada dan akan terus berubah sampai ia tertangani.
Kedua,
analisis konflik itu berguna untuk mengidentifikasi semua kelompok atau pihak
relevan yang terlibat dalam konflik, tidak hanya pihak yang utama atau yang
jelas yang terlibat konflik. Semakin banyak pihak (baik individu maupun
kelompok) yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu
konflik, maka semakin kompleks suatu konflik untuk ditangani. Ini dapat
dipahami dari sudut p0andang bahwa masing-masing dari para pihak tersebut
memiliki jenis dan bobot kepentingan serta tujuan yang berbeda (incompatible).
Disamping itu, keterlibatan para pihak (terutama yang tidak langsung) dalam
suatu konflik tidak dengan serta merta dapat diamati secara langsung oleh pihak
ketiga yang berada di luar konflik yang berusaha untuk membantu menangani
konflik. Bisa jadi dalam suatu konflik, ada pihak yang berada jauh dari lokus
konflik, tetapi sesungguhnya memiliki peran dan target serta tujuan yang kuat
dalam konflik itu. Dan begitu pula sebaliknya, ada pihak yang berada di pusat
konflik, namun sesungguhnya ia hanya memiliki peran kecil di dalamnya. Melalui
analisis konflik, pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik dan perannya dalam
konflik bahkan potensinya dalam penanganan konflik tersebut dapat diketahui.
Ketiga,
analisis konflik juga penting untuk memberikan pemahaman perspektif dari semua
kelompok atau pihak tersebut (dalam poin kedua di atas) dan untuk mengetahui
lebih luas tentang bagaimana relasi mereka satu sama lain. Adalah hal yang
lumrah bahwa masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik memiliki pandangan
terhadap konflik yang didadapinya dari perspektif dirinya sendiri yang tentu
saja berbeda dengan dari perspektif pihak lainnya.[2] Konsekuensinya, bagi
pihak ketiga yang bermaksud membantu mereka menangani konflik tersebut
memerlukan pemahaman terhadap konflik dari perspektif pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik tersebut. Pemahaman yang multi perspektif ini akan sangat
membantu dalam usaha perumusan strategi dan pengambilan tindakan guna penganaganan
konflik itu. Disamping itu, banyaknya pihak yang terlibat dalam konflik juga
akan mempengaruh kompleksitas konflik. Dan melalui analisis dengan alat atau
metode yang tepat, relasi atau hubungan antara para pihak yang terlibat dalam
konflik tersebut dapat diketahui. Pemahaman atas bagaimana keterkaitan dan
hubungan atau relasi satu atau para pihak dengan pihak lain yang membentuk
jaringan kompleks, maka pembacaan terhadap konflik akan semakin mudah sehingga
memudahkan pula proses penanganannya.
Keempat,
analisis konflik berfungsi juga untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan
trend-trend yang menopang konflik itu. Fungsi ini juga sangat penting mengingat
bahwa sesungguhnya konflik itu pada umumnya multi layer, baik dari segi pihak
yang terlibat, penyebabnya, maupun faktor-faktor yang mengitarinya. Dari segi
faktornya, maka ada beberapa istilah untuk mengklasifikasikan hal-hal yang ada
di sekitar konflik seperti pemicu konflik (trigger), faktor sangat penting atau
akar penyebab konflik (pivotal factor or root causes), issu-issu yang dapat
menggerakkan suatu kelompok untuk melakukan tindakan kekarasan (mobilizing
factor), dan (aggravating factors). (Bart Klem, 2007:1) Identifikasi dan
klasifikasi faktor-faktor konflik[3] tersebut akan membantu praktisi yang menangani
konflik untuk mendudukkan secara jelas mana faktor yang sangat penting dan mana
faktor yang penting, kurang penting atau bahkan tidak relevan dengan konflik.
Dengan demikian, strategi dan tindakan yang dipilih dalam penanganan konflik
akan efektif dan efesien.
Kelima,
analisis konflik juga berguna untuk belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan.
Konflik analisis bukanlah merupakan sesuatu yang sekali pakai selesai. Darinya,
para praktisi yang menangani konflik dapat banyak belajar, baik yang berupa kesuksesan
maupun kegagalan. Sikap ini akan melahirkan kehati-hatian dalam proses penangan
konflik dan menjauhkan diri dari sikap gegabah dalam memandang dan memahami
konflik. Disamping itu, kecondongan para praktisi untuk menyederhanakan
(simplifiying) masalah (konflik) yang ditangananinya dapat diminimalisir atau
bahkan dihindarkan.
Tidak ada komentar